Kehidupan Modern dalam Tatanan Budaya Jawa: Review Losmen Bu Broto

 


Losmen Bu Broto (2021)

Directed by Eddie Cahyono dan Ifa Isfansyah


Halo-halo, kali ini gue akan mereview salah satu film terbaik Indonesia di tahun 2021. Yup, Losmen Bu Broto yang hari ini masih tayang di bioskop kesayangan kalian akan menjadi rekomendasi gue untuk minggu ini. Diadaptasi dari salah satu serial televisi TVRI pada tahun 1980an, kali ini Losmen Bu Broto hadir dengan cerita yang lebih segar dengan sinematografi yang apik. Penasaran gimana reviewnya? Scroll terus, ya!

*review contained spoiler*

Losmen Bu Broto hadir dengan visualisasi yang cantik dan menarik. Opening scene dengan trik-trik menarik saat menampilkan kredit pada pembukaan awal membuatnya menjadi unik. Selain itu, Losmen yang menjadi tempat utama cerita terlihat sangat natural dan indah, tone warna cerah tanpa berlebihan di mata. Ditambah dengan gaya busana para pemain yang senantiasa menggunakan batik atau brukat selama berada di Losmen, kesan budaya Jawa terasa kental dalam film ini.

Maudy Koesnaedi dengan Mathias Muchus yang berperan sebagai Pak Broto dan Bu Broto sangat mendalami peran mereka masing-masing. Keduanya terlihat enak didengar tutur katanya dan dipandang tingkah lakunya. Tidak ada perbedaan yang terlihat mencolok, Pak Broto dan Bu Broto terasa setara dan saling menghormati satu sama lain sehingga tidak ada peran alfa dalam kedua karakter ini.

Adapun karakter Maudy Ayunda sebagai Sri terlihat menjadi karakter yang paling menonjol dalam cerita ini. Semua tokoh berputar dalam dunia Sri di Losmen Bu Broto. Meskipun masih ada Mbak Pur yang diperankan oleh Putri Marino dan Tarjo yang diperankan oleh Baskara Mahendra, kedua tokoh tersebut menjadi figure pembangun untuk menampilkan karakter Sri. Sebagai sosok yang berani, pintar, dan modern, Sri menjadi tolak ukur untuk anak-anak lainnya seperti Mbak Pur yang akhirnya merasa tertekan dengan hal tersebut.

Mbak Pur dalam cerita ini digambarkan sebagai sosok yang ayu, berhati lembut, dan sedih. Sepanjang film, saya hanya menyaksikan Mbak Pur menangis dan menangis. Hal itu menjadi kebalikan dari sosok Sri yang tangguh. Seperti halnya perempuan Jawa yang ayu dan penurut, Pur menjadi ikon yang hanya bisa menerima nasib tanpa bangun dari keterpurukan. Dalam film ini, tidak dijelaskan secara jelas bagaimana kehidupan Mbak Pur selama berada di Losmen Bu Broto, sebelum atau sesudah kehilangan Mas Anton yang saya kira telah menjadi suami Mbak Pur. Kehilangan yang menyakitkan membuat dirinya juga kehilangan banyak peran dalam layar. Namun, menurut saya Putri Marino mampu menguasai karakternya dengan baik.

Sementara itu, Tarjo hanya mendapat beberapa scene seakan kehadirannya tidak membawa pengaruh yang berarti. Sebagai tour guide dan pengurus hiburan dalam Losmen Bu Broto, Tarjo dipercayakan untuk menemani para tamu yang ingin berjalan-jalan. Karena masih berkuliah, Tarjo seringkali bingung untuk membagi waktu antara Losmen dan kuliahnya, alhasil seringkali Bu Broto harus mencari penyanyi atau hiburan lain untuk para tamu. Kembali lagi, Sri mendapatkan panggung.

Masalah muncul saat Sri jatuh cinta dengan Jarot, seniman dengan penampilan urakan layaknya seniman jalanan. Sri yang tidak perduli akan omongan keluarganya tetap menemui Jarot di Losmen tersebut. Namun, sayangnya Sri kebobolan dan hamil. Bingung dengan keadaan tersebut Sri menemui Jarot dan memutuskan untuk tetap melahirkan anak mereka. Keluarga Sri tentunya kecewa, Losmen Bu Broto menjadi ladang pertempuran emosi semua tokoh. Mereka harus tetap melayani dan tersenyum meskipun sedang berperang dengan pikiran masing-masing. Sri dengan masalah kehamilannya, Pur dengan rasa kehilangannya, Tarjo dengan masalah perkuliahannya yang belum selesai, sementara Pak dan Bu Broto dengan idealismenya dalam Losmen. Hebatnya, setiap karakter mendalami perannya masing-masing.Secara keseluruhan, baik karakter, visualisasi, hingga scoring film ini sungguh memukau. Tidak habisnya saya memuji Maudy Koesnaidi dan Mathias Muchus serta pemeran lainnya. 

Kehidupan modern di Losmen Bu Broto dalam budaya Jawa

Dalam budaya Jawa Kuno, segi kepemimpinan hanya berpihak untuk laki-laki. Perempuan digambarkan sebagai makhluk suci yang harus dilindungi, bukan untuk memimpin. Meskipun perempuan diperbolehkan untuk memimpin, namun tahta kepemimpinan lebih banyak diduduki oleh pria. Alhasil, kisah-kisah sejarah kita hanya berkisar kepada kemaskulinan para pria dalam menaklukan masyarakat umum.

Perempuan Jawa pada umumnya hanya diperbolehkan berada di sekitar pria atau mengurus dapur saja. Mendapatkan peran ganda, perempuan harus serba mengurus dirinya, suami, dan keluarga. Berada dalam urutan terbawah tanpa pendidikan, nyatanya membuat beberapa wanita Jawa bersuara. Kartini, Kardinah, dan beberapa perempuan lainnya akhirnya membuat sekolah-sekolah untuk perempuan. Hal tersebut guna menampilkan sosok perempuan yang berpendidikan dan tidak terlalu bergantung kepada laki-laki. Meski begitu, perempuan dalam budaya Jawa masih sering dilabeli dengan kata penurut dan dapur.

Dalam film Losmen Bu Broto, dapat terlihat bagaimana Bu Broto merupakan sosok perempuan tangguh yang mampu mengurus losmennya. Meski masih ada peran Pak Broto, Bu Broto tidak terlihat seperti perempuan penurut yang harus setuju dengan kata-kata Pak Broto. Kendati demikian, keduanya saling menghormati sebagai suami-istri.

Bu Broto dengan bantuan Sri, Pur, dan Tarjo nyatanya mampu membangun losmen menjadi tempat yang nyaman dan hangat. Perempuan terbukti sangat bisa memimpin, bukan? Di satu sisi, sebagai anak perempuan yang hidup dalam budaya Jawa yang cukup modern, Sri muncul sebagai karakter yang menarik. Dengan dua kepribadian, sebagai pengurus losmen dan penyanyi kafe, ia mampu mengikuti keinginan keluarganya sekaligus memenuhi mimpi-mimpinya. Sri tidak tampak kewalahan akan hal itu, malah ia cukup menikmatinya.

Karakter Sri seakan mendobrak bagaimana seharusnya setiap anak perempuan memiliki kehidupan. Menghormati orang tua adalah kewajiban, sementara haknya adalah memiliki impian menjadi penyanyi dan mengurus kafe. Oleh karena itu, saya cukup takjub dengan ending film ini. Bu Broto dan Sri akhirnya menghormati pilihan masing-masing. Sri membiarkan Pur untuk mengurus losmen dan menjadi penyanyi, sementara Bu Broto memaafkan dan memaklumi Sri atas segala pilihannya. Indahnya.

Film ini saya beri rating 4/5.

Komentar