Sebuah Review: The Borrowed (13.67), Sang Mata Surga.

 



Judul       : The Borrowed 13.67
Penulis    : Chan Ho-Kei
Tahun      : 2019 (Edisi Gramedia Pustaka Utama)
Jml. Hal.  : 544 hlm.



The Borrowed merupakan kumpulan kisah mengenai kasus-kasus besar yang berhasil dipecahkan oleh Sang Mata Surga, Kwan Chun-dok. Dengan kehebatannya, Kwan menjadi tokoh yang disegani dalam kepolisian karena bisa mengenali sosok penjahat hanya dari cara berjalannya saja. Buku ini terbagi atas enam bagian yang diceritakan dalam kronologi terbalik—masing-masing berisi kasus penting dalam karier Kwan dan terjadi di tengah momen penting sejarah Hong Kong: Pemberontakan Kelompok Kiri tahun 1967 ketika teror bom mengancam penduduk Hong Kong; konflik antara Polisi Hong Kong dan Komisi Independen Anti Korupsi Hong Kong tahun 1977; Pembantaian Tiananmen tahun 1989; Serah-Terima Kekuasaan tahun 1997; dan Hong Kong pada tahun 2013 saat Kwan diminta menyelesaikan kasus terakhirnya ketika dia sedang terbaring koma di rumah sakit.

Review Buku

[spoiler alert]

Saat pertama kali mendapatkan buku ini di Perpustakaan Nasional, saya tidak memiliki kesan apapun terhadap buku ini. Kurang banyak membaca buku karya penulis Asia membuat saya tidak memiliki ekspektasi apa-apa saat memilih buku ini untuk dibawa pulang. Setelah membaca kisah pertama berjudul Kenyataan Hitam dan Putih: 2013, barulah saya sadar buku ini sangat menarik dan mampu membuat saya terus membuka halaman-halaman selanjutnya.

Namun, anehnya cerita kedua dan ketiga tidak terlalu membuat saya betah membacanya berlama-lama. Saya sering merasa bosan dengan narasi buku yang terlalu panjang ataupun penjelasan yang berbelit-belit. Sempat merasa menyerah untuk melanjutkan buku ini, saya akhirnya memutuskan untuk mengembalikannya. Tetapi saya tetap merasa penasaran dengan sosok Kwan Chun-dok ini. Saya berharap akan ada penjelasan mengapa sosok tersebut begitu hebat dalam menganalisis berbagai kejadian. Akhirnya, saya kembali meminjam buku tersebut.

Setelah kembali melanjutkan, saya kembali tertarik dan lupa waktu lagi saat membaca kasus keempat yang berjudul Neraca Keadilan Themis: 1989. Meski begitu, narasi penulis masih tetap sama. Tidak ada yang berubah. Terlalu banyak penjelasan dengan bahasa yang berbelit-belit. Terkadang saya sendiri kewalahan mengikuti narasinya. Hingga akhir buku, segala yang saya harapkan tidak menjadi kenyataan.

Menurut saya pribadi, buku ini memang bagus namun tidak terlalu cocok untuk saya. Masih banyak kekurangan dalam buku ini. Dari segi cerita, semuanya memang menarik dan mampu membuat saya penasaran. Tapi saat menuju akhir kasus, penjelasan yang diberikan oleh Kwan Chun-dok atau yang dibuat penulis terlalu panjang dan berbelit-belit. Terlalu banyak spekulasi asal yang hanya berlandaskan pada intuisi. Di setiap akhir kasus juga penulis hanya menyuguhkan keterangan atau spekulasi dari Kwan Chun-dok. Jarang sang tokoh pelaku mengakui kesalahan atau membenarkan pernyataan dari Kwan [meskipun dalam buku dijelaskan secara tersirat bahwa segala sesuatu yang ia spekulasikan betul]. Dengan kehebatannya yang terlalu sempurna, saya merasa tokoh ini tidak bisa relate di pikiran saya. 

Tapi, saya suka dengan cara penulis memasukkan unsur-unsur sejarah dalam setiap kasus. Selain itu, penulis juga banyak mengangkat isu-isu sosial yang banyak digambarkan dengan baik dalam setiap cerita. Mengenai kerusuhan Hongkong, tentang bagaimana masyarakat lokal dan luar menggunakan nama mereka, bagaimana para pendatang luar diperlakukan. Penggambaran isu yang ada terasa sangat kuat yang dan menjadi tema cerita yang menarik. Sejauh ini, the book was okay for me. 3,5 from 5 stars!! 

Komentar